Filosofi Arsitektur Rumah Tradisional Adat Jawa

woodbrickstone – Budaya Jawa merupakan bagian peradaban masa lampau yang mempunyai sejarah panjang. Jawa menyisakan puing-puing potongan budaya yang dilihat dari sisi arsitektur rumah. Tidak bijak kalau saya membahas sepihak tanpa adanya masukan dari temen-temen yang sebenarnya ahli di bidang ini. Saya akan mencoba mengulas sedikit mengenai arsitektur rumah Jawa secara umum. Mohon diluruskan ya…. jika ada hal yang kurang sesuai dengan pakem Jawa. Saya hanya sekedar review agar para penggiat budaya Jawa selalu ingat akan warisan moyang yang adiluhung ini.

Filosofi Rumah Jawa

Rumah Jawa dari sudut pandang saya begitu kental akan sisi budaya dan panjang campur tangan sejarah yang berada di tanah Jawa. Sejarah dan budaya cukup mempengaruhi bentuk dan macam-macam rumah tradisional orang Jawa ini. Begitu juga mempunyai falsafah atau filosofi yang dimaksudkan oleh penggunanya. Di episode lain penulis akan coba membahas detil dari rumah Jawa ini.

Di sini penulis hanya akan menyampaikan garis besar secara umum bentuk, model dan macam-macam rumah adat Jawa saja. Dengan sedikit penjelasan sekilas, pada umumnya rumah adat Jawa mempunyai banyak variasi namum mempunyai pakem yang sama. Pada dasarnya mulai dari rumah adat Jawa Barat, Jawa Tengah sampai Jawa Timur dan Jogjakarta mempunyai jenis-jenis yang sama.

Arsitektur Rumah Jawa

Berdasarkan Ilmu yang mempelajari seni bangunan Jawa (biasa disebut Ilmu Kalang), Wong Kalang (orang yang ahli dalam ilmu dan seni rumah Jawa) menyebutkan beberapa bentuk rumah tinggal menjadi kategori arsitektur tradisional diantaranya adalah:

Omah Panggang Pe

Omah Panggang Pe atau Omah Bekuk Lulang, yaitu bangunan rumah yang hanya dengan atap sebelah sisi kanan dan kiri. Rumah ini biasa mempunyai dua “empyak” yang saling bertemu dengan sudut 90 derajat di “penuwun”nya. Rumah jenis ini mempunyai kasta yang paling rendah dan biasa digunakan oleh orang jawa yang mempunyai kelas biasa-biasa saja. Kalau pun tetap dipakai, rumah panggangpe digunakan sebagai rumah dapur sebagai pasangan rumah tengah. Rumah jenis ini mempunyai soko guru sejumlah 8 buah.

 Omah Kampung

Omah Kampung, yaitu bangunan dengan atap atau empyak sisi depan, belakang dan sebuah bubungan atau “cubungan penuwun / cubungan pencu” tengah saja. Omah kampung memiliki kasta setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan omah pangganggpe. Omah yang biasa di balut dengan “gebyog” jati ini biasa dipakai orang dengan strata sosial ekonomi yang sedikit agak mapan, kalau di desa dapat menjadi ukuran kekuatan social dari warga yang menempatinya. Aplikasi rumah ini biasa digunakan untuk rumah tengah yang di gandengkan dengan rumah pawon. Jenis ini di sangga oleh 8 soko guru untuk bisa tegak menjadi rumah hunian khas Jawa.

Omah Limasan

Omah Limasan, Limasan merupakan bangunan dengan atap 4 sisi depan,belakang, kanan dan kiri untuk genteng “klothok” yang menaunginya. Sebuah bubungan atau cubungan penuwum di tengah simetris menjadikan cirinya yang khas. Limasan dan Kampung mempunyai kasta yang sama dan aplikasinya di gunakan untuk rumah tengah meskipun dari sisi material memakan bahan kayu jati yang lumyan banyak. Rumah dengan 8 soko guru ini menjadi primadona yang lumayan dicari oleh para penggemar atau kolektor rumah Jawa.

Omah Joglo

Omah Joglo atau Tikelan, adalah bangunan dengan 4 Soko Guru, 12 penyangga atau soko “ubeng siji”, dan 20 penyangga soko “ubeng loro”. Atap genting pun terdiri dari 4 empyak sisi depan, belakang, kanan dan kiri yang melindungi rumah ini dari hujan dan panas matahari. Rumah ini sangatlah mewah, kategori mewah inilah yang mempunyai metode tersendiri untuk membangunnya. Tikelan dibangun secara bertahap, dimulai dari pencu penuwun dan beberapa tahun kemudian ubeng siji dan ubeng loro nya. Kasta dari rumah ini adalah kasta paling tinggi di banding dengan jenis-jenis rumah jawa lainnya. Terukur dari mewahnya, penghuninya memiliki strata social yang mapan dan identik dengan kemewahan.

Omah Tajug

Omah Tajug, bangunan yang mirip dengan joglo maupu tikelan ini tidak memiliki pencu dengan penuwun dalam bentuknya yang meruncing. Semua konstruksinya sama, mulai dari soko guru dan instrumen pembentuknya. Tetapi rumah ini punya filosofi yang berbeda dibanding dengan joglo. Penghuninya menunjukkan seorang tokoh sepiritual yang sudah tidak memikirkan dunia lagi. Biasanya Tajug digunakan untuk padepokan perguruan ilmu jawa. Tajug juga biasa digunakan untuk bangunan yang disucikan semisal bangunan Masjid, tahta Raja atau Makam orang yang disucikan

Aplikasi Rumah Jawa untuk Hunian

Dari macam-macam bentuknya, dapat membedakan kasta dan fungsi dari bangunan tersebut. Orang jawa tertentu saja yang berani membangun rumah tinggalnya berbentuk Tajug, karena bentuk peruntukannya pun tidak sembarangan. Penghuni Tajug merupakan orang yang sudah mencapai derajat spiritual sangat tinggi. Penerapan bentuk bangunan rumah tradisional Jawa dapat di lihat dari pintu gerbang biasa menggunakan bentuk Kampung, tempat tinggal atau biasa disebut Pendopo menggunakan bentuk Joglo atau Tikelan, dan Pringgitan dapat berbentuk Limasan.

Di daerah pesisir pantai atau kali bentuk rumah Jawa dapat dimodifikasi dengan menggunakan kaki atau panggung rumah yang tidak menempel tanah, ini diperuntukkan untuk mengantisipasi jika air laut pasang atau banjir.

Nurwick

Editor
Sunardi, ST, MEng
Lecturer PPI Madiun https://ppi.ac.id/